Penggunaan situs media
sosial, seperti Twitter dan Facebook, telah membuat sudut pandang pengguna
internet di dunia Arab lebih terbuka dan toleran. Sebuah studi baru-baru ini telah
mengungkapkan hal itu. Inilah laporan terbaru tentang Sosial Media di Arab yang
dirilis oleh Sekolah pemerintahan Dubai, meliputi delapan negara Arab (Bahrain,
Arab Saudi, Mesir, Yordania, Lebanon, Oman, Kuwait dan Uni Emirat Arab).
Menurut laporan itu, 65
persen orang yang disurvei di Bahrain mengatakan mereka lebih terbuka
dalam menoleransi perbedaan sudut pandang sebagai hasil dari menggunakan media
sosial. Sedangkan di Yordania 59 persen, di Mesir dan Oman 58 persen, 52
persen di Kuwait, di Lebanon 49 persen dan di Arab Saudi dan di UAE 47 persen.
“Pada tingkat yang lebih
pribadi, penggunaan media sosial tidak hanya dirasakan telah membawa perubahan
dalam masyarakat, tetapi dalam pribadi masing-masing,” menurut laporan
tersebut.
“Banyak klaim yang
menyatakan bahwa penggunaan media sosial memungkinkan orang-orang untuk
mengekspos kemampuannya mengeluarkan berbagai ide dan pendapat, hal ini
menyebabkan mereka menjadi lebih terbuka dan toleran i.”
Dalam sebuah wawancara
dengan Al Arabiya English, Fadi Salem, co-author studi dan direktur
Pemerintahan dan Program Inovasi di Sekolah pemerintahan Dubai, mengatakan
bahwa ketiadaan sosial, budaya dan kendala politik di dunia maya membuat orang
tidak takut menyatakan pendapat mereka seperti yang mereka ingin lakukan di
kehidupan nyata.
“Pada topik pemberdayaan
perempuan responden pria dan wanita memberikan jawaban yang sama, “ kata Salem.
“Kuesioner kami
menunjukkan bahwa pria dan wanita memiliki pandangan yang sama pada segala hal
yang ada di media sosial,” katanya. Hal ini menunjukkan kemampuan media sosial
untuk menyatukan sudut pandang dalam lingkungan yang bebas dari batas-batas
sosial dan politik,” tambah Salem.
Racha Mourtada,
co-author lainnya laporan tersebut, mengatakan toleransi sikap yang berbeda pada
media sosial melebihi sikap mereka dalam kenyataan sehari-harinya.
“Kita telah melihat
bahwa banyak dari aktivisme online dan kegiatan sosial dan kemasyarakatan
selama dua tahun terakhir telah terwujud di kehidupan nyata, bahwa para aktivis
online pada umumnya mencerminkan pada saat mereka “offline” juga,” tambahnya
“Secara umum, karena
meluasnya peran media sosial dalam kehidupan banyak orang Arab ‘(khususnya kaum
muda), tindakan dan sikap di media sosial cenderung mencerminkan dalam
kehidupan nyatanya,” tambah Mourtada.
Dia tidak setuju dengan
keyakinan umum yang dipegang banyak orang bahwa toleransi lebih meresap dalam
media sosial daripada di dunia nyata. “Saya tidak selalu berpikir bahwa
orang-orang lebih toleran pada media sosial daripada dalam kenyataan.”
Dalam seri laporan Media
Sosial Arab sebelumnya mengatakan, kekhawatiran orang-orang dalam membahas
isu-isu politik secara online adalah rasa takut dimintai pertanggungjawaban
oleh pihak berwenang atas pendapat mereka,” menurut Mourtada.
“Topik kontroversial
sangat beragam di seluruh wilayah, dari politik sampai ke masalah agama, tetapi
ada yang menggembirakan untuk disimak, adalah diskusi kontroversial mengenai
seputar gerakan pemberdayaan warga dan masyarakat, pergerakan sosial, dan
hubungan antara pemerintah dan rakyat telah menjadi sesuatu yang umum di media
sosial, “jelasnya.
Menurut Salem, media
sosial dapat memperkuat sudut pandang tentang topik politik atau tentang agama
yang tidak bisa ditoleransi dalam kehidupan nyata. “Pandangan ekstrim biasanya
lebih kuat daripada pandangan moderat baik pada channel tradisional maupun
media sosial,” katanya. [AAB/JI]
-Ayu-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar